Suatu hari, ada 2 anak kelas 1 SD, sebut saja Amir dan Andi sedang menghafal Pancasila di depan kelas. Amir membacakan 1 sila, lalu Andi mengikuti.
Amir : “Pancasila…1 Ketuhanan Yang Maha Esa, 2 Kemanusiaaan yang adil dan beradab, 3 Persatuan Indonesia….”
Andi : “Stop Amir….jangan cepat-cepat membacanya, bagaimana saya bisa mengikuti..”
Amir : “Ya sudah, pelan-pelan. Pancasila, 1 Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Andi : “Pancasila, 1 Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Amir : “2 Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Andi : “2 Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Amir : “3 Persatuan Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan…”
Andi : “3 Persatuan Indonesia yang dipimpin…(tiba-tiba terdiam)….Amir salah!!. 3 Persatuan Indonesia, 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan….(kembali terdiam)…saya lupa mir.”
Amir : “4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan.”
Pemandangan seperti itu mungkin pernah kita jumpai atau bahkan pernah merasakannya sendiri saat duduk di Sekolah Dasar. Menghafal Pancasila dan sering mengalami kesalahan berulang karena terbalik saat membacakan setiap sila nya. Akan tetapi jika cara sederhana menghafal seperti itu sering dilakukan, dapat memudahkan kita untuk menghafal lima sila dalam Pancasila. Ketika sudah hafal, akan semakin mudah lagi memahami isi dari Pancasila sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan.
Dahulu anak mengenal Pancasila melalui pelajaran Pendidikan Moral Pancasila atau PMP di sekolah yang pada kurikulum saat ini telah diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan atau PKN.
Dengan memperkenalkan Pancasila kepada anak, maka dengan sendirinya mereka akan lebih mudah memahami wawasan kebangsaan. Memberikan pemahaman tersebut perlu dilakukan karena saat ini ternyata masih banyak anak belum mengerti tentang apa itu negara.
Dalam sebuah artikel yang dipublikasi detik.com, sang penulis menceritakan temuannya tentang sebuah sekolah yang tidak mengajari siswanya tentang geografi wilayah Indonesia. Hasilnya, anak-anak tidak paham bahwa kota mereka ada di Pulau Jawa. Kondisi tersebut tentu saja belum separah yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika seorang anak ditemukan menjadi pelaku aksi bom bunuh diri yang menjatuhkan banyak korban jiwa. Mereka tentu saja merupakan korban dari orang tuanya sendiri yang menganut paham radikalisme .
Menyikapi kondisi tersebut Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menganggap perlu adanya pemahaman kebangsaan bagi organisasi-organisasi siswa dan pelajar serta penguatan perspektif keagamaan. Lalu sejak usia berapa tahunkah sebaiknya anak-anak mulai mendapatkan pemahaman tentang wawasan kebangsaan?
Pentingnya mengajarkan wawasan kebangsaan pada anak, menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bisa melalui pendidikan tentang bela negara sejak dini. Menurutnya, program bela negara harus diajarkan sejak kelas 1 SD hingga mahasiswa. “Ini serius, kalau tidak lulus, bisa tidak naik kelas,” tandasnya, seperti diberitakan kompas.com.
Selain melalui pelajaran di sekolah, anak-anak dapat diperkenalkan pada wawasan kebangsaan melalui program pelatihan atau training dengan suasana yang menyenangkan. Citra Alam memperkenalkan tentang negara Indonesia lewat Workshop Kebangsaan dan Training Kebangsaan kepada para pengunjung. Program tersebut akan memberikan pemahaman melalui cara yang menarik dan mudah dipahami khusus untuk anak-anak. Misalnya dengan berbagai slide yang menceritakan perjuangan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan, cerita tentang bagaimana terbentuknya Indonesia, serta berbagai miniatur atau replika rumah-rumah adat.
Memperkenalkan Pancasila serta Wawasan Kebangsaan pada anak-anak diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta kepada tanah air. Kecintaan itulah yang menjadi modal dasar dan utama bagi mereka sebagai penerus bangsa untuk dapat melanjutkan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Comments